Mungkin hanya sementara, tapi itu ada artinya. Tak pernah berfikir akan secepat ini, tapi sudahlah. Toh semua berlalu. Ini memang inginku terkadang, membiarkan semua kebahagiaan dengan jalanmu. Aku sudah ikhlas, meski ku paksa ikhlas. Terlalu lama menangisi keadaan pun tak ubah apa-apa.
Aku minta maaf, sekilas memang terlalu sering terucap. Namun, cuma itu yang bisa ku ungkapkan. Terlalu sering memuntahkan amarah, yang di tahan. Atau, tak mengerti apapun? Ah... Ntahlah, semua kini tak ubahnya buku usang yang tertutup debu. Dengan lembaran setengah yang hampir penuh. Sadar... Sadar, aku tak lagi tuliskan bahagia tapi hanya tuliskan luka. Bukan, demi Tuhan bukan. Bukan itu mauku. Hanya aku tak mampu ubah segala.
Bahagia dengan yang di pilih, iya... Kamu di pilih. Bahkan mungkin sebenarnya ketika kamu tau ceritanya tak bahagia aku sadar kamu akan memprotes Tuhan untuk mengubah jalan cerita yang semakin aneh. Maaf, kali ini ku tulis di bukumu dengan catatan luka, bukan tawa. Tapi sekali lagi, itu bukan inginku. Sungguh... Kali ini benar-benar di sadarkan, kamu benar. Aku bukan lagi anak kecil yang masih ingin terus di tuntun. Ah, tapi sudahlah. Toh semua usai.
Kali ini yang ku harap bahagiamu, melepasmu dengan ikhlas. Tak khayal, aku masih di tempat yang sama, menatapmu dari belakang yang perlahan menjauh lalu menghilang. Sudahlah, maafkan aku ketika cerita yang seharusnya aku tulis harusnya indah, tapi kali ini bukan... Bukan itu. Bukan mauku aku memberikan goresan di warna indahmu.
Terlalu panjang ya? Kamu tak seharusnya membaca ini, bukan teristimewa. Hanya saja aku mampu berusaha mengabadikan semua lewat kata-kata karna aku tak biasa melukiskan dengan gambar. Lega, kamu lebih bahagia, kamu baik-baik saja. Maaf, untuk sedikit ku usangkan buku harianmu. Tapi kamu boleh robek, lalu kau bakar habis. Tuhan pilih kamu, untuk bantu aku lewati masa sulitku yang lalu dengan hal yang lebih sulit. Senyummu masih ada, tapi biar ku simpan sendiri. Terima kasih atas catatan yang kamu tinggalkan di buku harianku tanpa aku tau, tanpa aku sadari. Bahwa kamu telah merencanakan untuk pergi.
Aku selalu punya harapan untuk mengubah, dan aku selalu punya tempat untuk 'pulang'. Biar ku simpan sendiri senyummu, biar ku tata sendiri hatiku. Kamu boleh tertawa, boleh bahagia. Penjagaanku selesai, ku serahkan kamu kepada yang lebih mengerti kebahagiaanmu. Biar aku simpan semua, di buku harian ini. Di tengah perjalan yang lalu, maaf... maaf, ternyata ku paksa semua yang salah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar