Selasa, 25 September 2012

Pagi - Di Akhir September ; "Aku Selalu Punya Tempat Untuk 'Pulang' "

"Aku selalu punya tempat untuk 'pulang' " itu kataku beberapa hari yang lalu ketika aku mampu bangkit. Memutuskan untuk berhenti menangis dan menjadikan semua pelajaran. Mencoba bahagia. Bahkan sampai akhirnya, setelah aku mampu berjalan perlahan. Dari belakang di dorong. Tapi lagi-lagi, aku selalu punya tempat untuk pulang.

Tuhan, Orang Tua, dan mereka. Ya, mereka semua yang terus menuntun dan meyakinkan. "kamu bisa", "bahagia itu pilihan" mungkin aku pernah lupa, aku punya semua yang hebat. Aku bukan mengkutuk, kalian juga sudah terbiasa bukan mengutuk keadaan ketika semua tidak seperti yang di harapkan? Aku sempat melakukan hal itu. Dan menyadari, itu salah.

Kali ini, aku hanya mencoba idealis, realistis dan ya.. Perfectionist. Bukan, bukan untuk menyatukan ego dengan logika, aku enggan lakukan itu karna jelas aku menjauh dari kebijaksanaan nantinya. Aku bukan seorang yang seperti itu. Aku pasti merubah, aku bisa berubah. Aku yakin!

Mungkin aku masih tertatih, dan semua sudah jauh disana. Ah, aku tak harus buru-buru kan? Biar aku nikmati dulu masa-masa pendewasaan dengan caraku, "aku punya tempat untuk sandarin bahu" ini memang aku rasakan, ketika dunia berbalik menjauhiku aku punya mereka tempat untuk mengadu. Bahagia? Itu yang aku rasa. Kadang aku merasa capek, capek dengan segala hal yang terjadi akhir-akhir ini, tapi hey? Aku bukan orang yang gampang menyerah, kenapa harus 'berhenti'? Kalau jalan masih panjang? Oke, oke mungkin aku sempat menganggap semua hal ini berat ketika aku hanya memandang semua hanya dari satu arah. Kali ini, biar Tuhan yang lukiskan kuasnya di kanvas senjaku.

Tuhan, kali ini aku menyadari. Aku selalu punya tempat untuk "pulang", merebahkan penat dan memberikan semangat. Kali ini aku benar-benar pulang Tuhan, dengan cahaya yang benderang, dan kebebasan yang sempurna...

Persembahan spesial :
@Mbakdiii
@sarahwidita
@AguungWN
@BastianFaldano
@Fatma_Winner
@Wo_Rachael
@aries_bast 

Jumat, 21 September 2012

Senja - Di Akhir Bulan September ; Buku Harian

Mungkin hanya sementara, tapi itu ada artinya. Tak pernah berfikir akan secepat ini, tapi sudahlah. Toh semua berlalu. Ini memang inginku terkadang, membiarkan semua kebahagiaan dengan jalanmu. Aku sudah ikhlas, meski ku paksa ikhlas. Terlalu lama menangisi keadaan pun tak ubah apa-apa.

Aku minta maaf, sekilas memang terlalu sering terucap. Namun, cuma itu yang bisa ku ungkapkan. Terlalu sering memuntahkan amarah, yang di tahan. Atau, tak mengerti apapun? Ah... Ntahlah, semua kini tak ubahnya buku usang yang tertutup debu. Dengan lembaran setengah yang hampir penuh. Sadar... Sadar, aku tak lagi tuliskan bahagia tapi hanya tuliskan luka. Bukan, demi Tuhan bukan. Bukan itu mauku. Hanya aku tak mampu ubah segala.

Bahagia dengan yang di pilih, iya... Kamu di pilih. Bahkan mungkin sebenarnya ketika kamu tau ceritanya tak bahagia aku sadar kamu akan memprotes Tuhan untuk mengubah jalan cerita yang semakin aneh. Maaf, kali ini ku tulis di bukumu dengan catatan luka, bukan tawa. Tapi sekali lagi, itu bukan inginku. Sungguh... Kali ini benar-benar di sadarkan, kamu benar. Aku bukan lagi anak kecil yang masih ingin terus di tuntun. Ah, tapi sudahlah. Toh semua usai.

Kali ini yang ku harap bahagiamu, melepasmu dengan ikhlas. Tak khayal, aku masih di tempat yang sama, menatapmu dari belakang yang perlahan menjauh lalu menghilang. Sudahlah, maafkan aku ketika cerita yang seharusnya aku tulis harusnya indah, tapi kali ini bukan... Bukan itu. Bukan mauku aku memberikan goresan di warna indahmu.

Terlalu panjang ya? Kamu tak seharusnya membaca ini, bukan teristimewa. Hanya saja aku mampu berusaha mengabadikan semua lewat kata-kata karna aku tak biasa melukiskan dengan gambar. Lega, kamu lebih bahagia, kamu baik-baik saja. Maaf, untuk sedikit ku usangkan buku harianmu. Tapi kamu boleh robek, lalu kau bakar habis. Tuhan pilih kamu, untuk bantu aku lewati masa sulitku yang lalu dengan hal yang lebih sulit. Senyummu masih ada, tapi biar ku simpan sendiri. Terima kasih atas catatan yang kamu tinggalkan di buku harianku tanpa aku tau, tanpa aku sadari. Bahwa kamu telah merencanakan untuk pergi.

Aku selalu punya harapan untuk mengubah, dan aku selalu punya tempat untuk 'pulang'. Biar ku simpan sendiri senyummu, biar ku tata sendiri hatiku. Kamu boleh tertawa, boleh bahagia. Penjagaanku selesai, ku serahkan kamu kepada yang lebih mengerti kebahagiaanmu. Biar aku simpan semua, di buku harian ini. Di tengah perjalan yang lalu, maaf... maaf, ternyata ku paksa semua yang salah...

Senin, 17 September 2012

Senja - Di Pertengahan September ; Aku Hanya Aku...

Demi Tuhan.
Aku bukan apa-apa.
Aku bahkan tak mampu lagi merasa, baik hati atau logika.
Lalu kau sebut apa?
Aku sendiri tak tahu.
Ceritanya,
Aku hanya termenung...
Aku punya hal yang aku takutkan, KEHILANGAN.
IYA, KEHILANGAN.
Hingga akal dan rasa pun goyah.
Aku bingung harus kurasa dengan apa?
Hati? Tidak,
Akal? Tidak,
Lalu?
"Kamu kehilangan arah..."
Iya mungkin,
Tapi arah yang mana?

Aku hanya aku...
Bukan kamu, atau dia.
Aku hanya aku...
Bukan kalian, atau mereka.
Aku hanya aku...
Hanya aku,
Tak berh`rga, dan sekarat.
Tunggulah,
Nanti juga mati perlahan..

Aku hanya aku...
Bahkan sampai nanti, aku bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa...
Bahkan ketika kamu, dia, kalian atau mereka minta aku untuk sempurna.
Hati mati, Akal tak jelas.

Aku hanya aku...
Sampai nanti ketika Tuhan bilang "waktunya pulang"

Senja - Di Pertengahan September ; Aku dan Kota Malang

Masih ingat pertama kali aku menginjakan kaki di kota Malang sebagai Mahasiswa.
Yang jujur pada awalnya hanya di landasi "menyusul seseorang" disini.
Tapi pernah terlintas, waktu masih SD "aku mau kuliah disana" dengan menunjuk sebuah PTN yang aku jejaki sekarang.
Hahaha, mungkin saat itu aku masih belum tau apa yang terjadi ketika umurku memasuki belasan tahun.
Transisi dari masa anak-anak berumur satuan, lantas jadi belasan dan kini puluhan.
Sudah terlanjur basah kalau kata orang.
Tapi tanpa di tau,
Di kota ini aku menggantungkan cita dan asa.
Sempat menyesal, dulu kenapa menggebu-gebu? Kenapa bukan di kota itu?
Sampai akhirnya "belum tentu, disana kamu pun bahagia"
Menyesal, bahkan sampai kini aku menyesal.
Ingin pergi lantas tidak pernah menjejakkan kaki disini lagi.
Sesak, bukan nafasku.
Tapi hatiku!
Malang dengan segala kenangannya.
Malang dengan segala kebodohanku.
Malang dengan segala cerita.
Aku tak pernah tau,
Di kota ini pada akhirnya jadi tumpuan.
Entah harus ku sebut apa.
Aku meledak, kosong, cuma jasad berjalan tapi tanpa nafas.
Zombie? ah itu hanya di film.
Malang...
Tempat yang akhirnya membantu untuk bertransisi.
Dari remaja belasan tahun, menginjak remaja puluhan tahun.
Yang orang bilang "kamu sudah dewasa"

Posting Random


“bukan saatnya mencari siapa yg salah. Tp apa yg salah. Bukan untuk dipersalahkan, diperbaiki.” - @siciliapermata

Pernah denger Quote kayak gini? Aku yakin uda sering… Tapi kali ini, postingan sedikit curhat ya… 
Baca Quote ini secara ga langsung maksa otak ini buat mikir, bukan mikir hal penting sih sebenernya ya. Tapi ya kesempatan aja tiba-tiba otak jadi idealis atau apalah itu.

Kita/manusia. Kadang paham, sama apa yang terjadi. Bahkan sadar, kalau apa yang terjadi itu pasti ada alasannya. Atau Tuhan punya rencana yang kita ga pernah tau. Tapi kadang, ketika semua berantakan kita Cuma bisa ngutuk keadaan. Hahaha. Oke balik lagi ke Quote, ketika uda sadar sama-sama dewasa. Kenapa masih punya pikiran pendek ketika bisa punya pikiran panjang? Kenapa harus tuding-tudingan siapa yang salah? Kenapa ga cari apa yang salah? Itulah manusia, itulah kita. Sibuk cari kesalahan masing-masing. Tapi enggan evaluasi apa yang salah, apa yang terjadi! Kayak uda jatahnya salah-salahan.

Tapi abis gitu? Kalo uda salah-salahan buat apa? Ngerasa hebat? Kenapa ga belajar ngaca sama kesalahan sendiri? Semua punya ego kan? Semua punya emosi? Kenapa semua gabisa ngeredam egonya pas nyuruh orang lain ngeredam ego? *ngomong sama kaca langsung liat Ke diri sendiri*

Trus di kasih hati buat apa? Hati bukan pajangan -__- hati itu juga di pake mikir. Tapi ada hal yg memang harus di pikir make otak. Tapi apa yang harusnya di pikir pake hati jangan pake otak. Hati sama otak punya kemampuannya sendiri-sendiri. 

Senin, 03 September 2012

Senja - "Alunan Kasih"

Masih menatap senja disana
Dengan semburatnya yang masih menyiratkan sedikit gundah
atas kepercayaan dan kesakitan yang dia rasa
tapi apa dia tau?
aku merasakan yang di rasakan?

Senja,
ketika kamu katakan bahwa Merahmu dan Jinggamu gambarkan lukamu.
warna dalam kanvasku serentak berubah.
Aku rasakan hal sama!
Aku rasakan salah,
iya BERSALAH.

Kau ingin pukul aku? PUKUL!
tapi jangan diam lantas menghilang di permukaan air,
lalu membiarkan bulan jadi pusat perhatianku.

Senja,
kini ku adukan jadi satu egoku di hadapanNya.
Ku angkat kedua tanganku, sambil berdoa dalam hati.
alunan kasih yang tak kan pernah kau dengar.
Senja,
alunan ini untukmu.
dan ku biarkan tetesnya berhenti dan hilang di bibirku.

Senja,
mungkin kau takkan pernah dengar bisikku.
bahkan aku tak ingin bicara.
tapi aku bersyukur, 
Tuhan masih mengingatkan aku. 
Tandanya, Ia tak pernah membiarkan aku berjalan tanpa perubahan...

Pagi Berujar

Tunggulah, sampai nanti ada yang menuliskan namaku di hatinya dengan tulus
Memeluk tanpa aku perlu meminta.
Tunggulah, sampai nanti ada yang mengobati lukaku
Dengan kepedulian dan meyakinkan takkan ada lagi yang mengoyak perasaanku.
Ku sapa senja,
Hanya dengan sedikit senyuman. Lalu ku tinggalkan dia dalam luka.
Tunggu, benar-benar tunggu.
Sampai ku bilang "dia orangnya"

Minggu, 02 September 2012

Random

Senja,
maafkan. kali ini kupatahkan lagi kuasku.
ku lukis abstrak diatas kanvas.
kali ini,
yang ku lukis hanya luapan emosi yang aku tak mampu melepasnya.
senja,
maafkan. kali ini keluarkan sia-sia catnya.
berhamburan kemana-mana warnanya.
itu hanya sisa sisa sakit yang aku rasa.
Senja,
bisa kali ini kamu pergi? biar aku rasa luka ini sendiri.
tapi tinggalkan kanvasmu ya,
biar ketika aku butuh aku akan patahkan kuasku lagi di atasnya.
Senja,
cat ini bercampur air mataku.
lalu kucampur jadi satu, biarkan hilang ketika catnya mengering.
maafkan ku robek kanvasmu senja,
kupatahkan semua kuasku,
maaf senja,
ketika aku minta kamu untuk pergi...